B. RUNTUHNYA
KERAJAAN KEDIRI
Runtuhnya kerajaan Kediri dikarenakan pada masa pemerintahan Kertajaya terjadi pertentangan dengan kaum Brahmana. Mereka menggangap Kertajaya telah melanggar agama dan memaksa meyembahnya sebagai dewa. Kemudian kaum Brahmana meminta perlindungan Ken Arok, akuwu Tumapel. Perseteruan memuncak menjadi pertempuran di desa Ganter, pada tahun 1222 M. Dalam pertempuarn itu Ken Arok dapat mengalahkan Kertajaya, pada masa itu menandai berakhirnya kerajaan Kediri.
Runtuhnya kerajaan Kediri dikarenakan pada masa pemerintahan Kertajaya terjadi pertentangan dengan kaum Brahmana. Mereka menggangap Kertajaya telah melanggar agama dan memaksa meyembahnya sebagai dewa. Kemudian kaum Brahmana meminta perlindungan Ken Arok, akuwu Tumapel. Perseteruan memuncak menjadi pertempuran di desa Ganter, pada tahun 1222 M. Dalam pertempuarn itu Ken Arok dapat mengalahkan Kertajaya, pada masa itu menandai berakhirnya kerajaan Kediri.
Keruntuhan Kerajaan Kediri
Kisah tentang keruntuhan Kerajaan Kediri dijumpai dalam kitabPararaton dan Nagarakretagama.
Pada tahun 1222, raja terakhir Kerajaan Kediri, Kertajaya, berselisih dengan
kaum Brahmana. Kemudian, kaum Brahmana meminta perlindungan kepada Ken Arok. Tumapel
saat itu berada di bawah kekuasaan Kerajaan Kediri dan Ken Arok bercita-cita
memerdekakan wilayahnya.
Pertempuran antara pasukan Kerajaan Kediri dan Tumapel terjadi di dekat
Desa Ganter. Dalam pertempuran tersebut, pasukan Ken Arok berhasil mengalahkan
pasukan Kertajaya. Kekalahan Kertajaya itu menandai berakhirnya masa Kerajaan
Kediri. Sejak saat itu, Kerajaan Kediri berada di bawah kekuasaan Tumapel atau
Singhasari.
Ken Arok kemudian mengangkat putra Kertajaya yang bernama Jayasabha sebagai
Adipati Kerajaan Kediri. Selanjutnya, pada tahun 1258 Jayasabha digantikan oleh
putranya, Sastrajaya. Pada tahun 1271 putra Sastrajaya yang bernama Jayakatwang
menggantikannya sebagai adipati Kerajaan Kediri.
Untuk membalaskan dendam leluhurnya yang dikalahkan oleh Ken Arok,
Jayakatwang memberontak terhadap Singhasari pada tahun 1292. Saat itu raja yang
memerintah di Singhasari adalah Kertanegara. Jayakatwang berhasil membunuh
Kertanegara dan membangun kembali Kerajaan Kediri. Namun, Kerajaan Kediri yang
didirikan Jayakatwang tidak bertahan lama.
Pada tahun 1293, serangan gabungan dari pasukan Mongol dan pasukan menantu
Kertanegara, Raden Wijaya, mengakhiri riwayat Kerajaan Kediri. Menurut prasasti
Jiyu dan Petak, pada akhir era Majapahit pada abad ke-15, Kerajaan
Kediri sempat sebentar menjadi pusat kekuasaan politik.
Girindrawardhana yang menjadi penguasa Kerajaan Kediri pada saat itu
mengalahkan penguasa Kerajaan Majapahit, Kertabhumi, pada 1478. Akan tetapi,
keturunan Kertabhumi yang menjadi penguasa Demak kemudian menghancurkan
Kerajaan Kediri pada tahun 1527.
Runtuhnya Kerajaan Kediri
Kerajaan Panjalu-Kadiri runtuh pada masa
pemerintahan Kertajaya, dan dikisahkan dalam Pararaton dan Nagarakretagama.
Pada tahun 1222 Kertajaya sedang berselisih melawan kaum brahmana yang kemudian meminta
perlindungan Ken Arok akuwu Tumapel. Kebetulan Ken
Arok juga bercita-cita memerdekakanTumapel yang merupakan daerah bawahan Kadiri.
Perang antara Kadiri dan Tumapel terjadi dekat desa
Ganter. Pasukan Ken
Arok berhasil menghancurkan pasukan Kertajaya. Dengan demikian
berakhirlah masa Kerajaan Kadiri, yang sejak saat itu kemudian menjadi bawahan Tumapel atau Singhasari.
Setelah Ken Arok mengalahkan Kertajaya,
Kadiri menjadi suatu wilayah dibawah kekuasaan Singhasari. Ken Arok mengangkat Jayasabha, putra Kertajaya sebagai bupati Kadiri. Tahun 1258 Jayasabha digantikan
putranya yang bernama Sastrajaya. Pada tahun 1271
Sastrajaya digantikan putranya, yaitu Jayakatwang. Jayakatwang
memberontak terhadap Singhasari yang dipimpin oleh Kertanegara, karena dendam masa
lalu dimana leluhurnya Kertajaya dikalahkan oleh Ken Arok. Setelah berhasil
membunuh Kertanegara, Jayakatwang membangun kembali Kerajaan Kadiri, namun
hanya bertahan satu tahun dikarenakan serangan gabungan yang dilancarkan oleh
pasukan Mongol dan pasukan menantu Kertanegara, Raden Wijaya.
Peninggalan Kebudayaan Kerajaan Kediri
1. Candi Penataran
Candi termegah dan terluas di Jawa
Timur ini terletak di lereng barat daya Gunung Kelud, di sebelah utara Blitar,
pada ketinggian 450 meter dpl. Dari prasasti yang tersimpan di bagian candi
diperkirakan candi ini dibangun pada masa Raja Srengga dari Kerajaan Kediri
sekitar tahun 1200 Masehi dan berlanjut digunakan sampai masa pemerintahan
Wikramawardhana, Raja Kerajaan Majapahit sekitar tahun 1415.
2. Candi Gurah
Candi Gurah terletak di kecamatan
di Kediri, Jawa Timur. Pada tahun 1957 pernah ditemukan sebuah candi yang
jaraknya kurang lebih 2 km dari Situs Tondowongso yang dinamakan Candi Gurah
namun karena kurangnya dana kemudian candi tersebut dikubur kembali.
3. Candi Tondowongso
Situs Tondowongso merupakan situs
temuan purbakala yang ditemukan pada awal tahun 2007 di Dusun Tondowongso,
Kediri, Jawa Timur. Situs seluas lebih dari satu hektare ini dianggap sebagai
penemuan terbesar untuk periode klasik sejarah Indonesia dalam 30 tahun
terakhir (semenjak penemuan Kompleks Percandian Batujaya), meskipun
Prof.Soekmono pernah menemukan satu arca dari lokasi yang sama pada tahun 1957.
Penemuan situs ini diawali dari ditemukannya sejumlah arca oleh sejumlah
perajin batu bata setempat.
Berdasarkan bentuk dan gaya tatahan
arca yang ditemukan, situs ini diyakini sebagai peninggalan masa Kerajaan
Kediri awal (abad XI), masa-masa awal perpindahan pusat politik dari kawasan
Jawa Tengah ke Jawa Timur. Selama ini Kerajaan Kediri dikenal dari sejumlah
karya sastra namun tidak banyak diketahui peninggalannya dalam bentuk bangunan
atau hasil pahatan.
4. Arca Buddha Vajrasattva
Arca Buddha Vajrasattva ini berasal
dari zaman Kerajaan Kediri (abad X/XI). Dan sekarang merupakan Koleksi Museum
für Indische Kunst, Berlin-Dahlem, Jerman.
5. Prasasti Kamulan
Prasasti Kamulan ini berada di Desa
Kamulan, Trenggalek, Jawa Timur. Prasasti ini dibuat dan dikeluarkan pada masa
pemerintahan Raja Kertajaya, pada tahun 1194 Masehi, atau 1116 Caka. Melalui
prasasti ini disebutkan bahwa hari jadi dari Kabupaten Trenggalek sendiri
tepatnya pada hari Rabu Kliwon, tanggal 31 Agustus 1194.
6. Prasasti Galunggung
Prasasti Galunggung memiliki tinggi
sekitar 160 cm, lebar atas 80 cm, lebar bawah 75 cm. Prasasti ini terletak di
Rejotangan, Tulungagung. Di sekeliling prasasti Galunggung banyak terdapat
tulisan memakai huruf Jawa kuno. Tulisan itu berjajar rapi. Total ada 20 baris
yang masih bisa dilihat mata. Sedangkan di sisi lain prasasti beberapa huruf
sudah hilang lantaran rusak dimakan usia. Di bagian depan, ada sebuah lambang
berbentuk lingkaran. Di tengah lingkaran tersebut ada gambar persegi panjang
dengan beberapa logo. Tertulis pula angka 1123 C di salah satu sisi
prasasti.
7. Prasasti Jaring
Prasasti Jaring yang bertanggal 19
November 1181. Isinya berupa pengabulan permohonan penduduk desa Jaring melalui
Senapati Sarwajala tentang anugerah raja sebelumnya yang belum terwujud.vDalam
prasasti tersebut diketahui adanya nama-nama hewan untuk pertama kalinya
dipakai sebagai nama depan para pejabat Kadiri, misalnya Menjangan Puguh, Lembu
Agra, dan Macan Kuning.
8. Candi Tuban
Pada tahun 1967, ketika gelombang
tragedi 1965 melanda Tulungagung. Aksi Ikonoklastik, yaitu aksi menghancurkan
ikon – ikon kebudayaan dan benda yang dianggap berhala terjadi. Candi
Mirigambar luput dari pengrusakan karena adanya petinggi desa yang melarang
merusak candi ini dan kawasan candi yang dianggap angker.
Massa pun beralih ke Candi Tuban,
dinamakan demikian karena candi ini terletak di Dukuh Tuban, Desa Domasan,
Kecamatan Kalidawir, Kabupaten Tulungagung. Candi ini terletak sekitar 500
meter dari Candi Mirigambar. Candi Tuban sendiri hanya tersisa kaki candinya.
Setelah dirusak, candi ini dipendam dan kini diatas candi telah berdiri kandang
kambing, ayam dan bebek.
Menurut Pak Suyoto, jika warga mau
kembali menggalinya, maka kira – kira setengah sampai satu meter dari dalam
tanah, pondasi Candi Tuban bisa tersingkap dan relatif masih utuh. Pengrusakan
atas Candi Tuban juga didasari legenda bahwa Candi Tuban menggambarkan tokoh
laki – laki Aryo Damar, dalam legenda Angling Dharma dan jika sang laki – laki
dihancurkan, maka dapat dianggap sebagai kemenangan.
9. Prasasti Panumbangan
Pada tanggal 2 Agustus 1120
Maharaja Bameswara mengeluarkan prasasti Panumbangan tentang permohonan
penduduk desa Panumbangan agar piagam mereka yang tertulis di atas daun lontar
ditulis ulang di atas batu. Prasasti tersebut berisi penetapan desa Panumbangan
sebagai sima swatantra oleh raja sebelumnya yang dimakamkan di Gajapada. Raja
sebelumnya yang dimaksud dalam prasasti ini diperkirakan adalah Sri Jayawarsa.
10. Prasasti Talan
Prasasti Talan/ Munggut terletak di
Dusun Gurit, Kabupaten Blitar. Prasasti ini berangka tahun 1058 Saka (1136
Masehi). Cap prasasti ini adalah berbentuk Garudhamukalancana pada bagian atas
prasasti dalam bentuk badan manusia dengan kepala burung garuda serta bersayap.
Isi prasasti ini berkenaan dengan anugerah sima kepada Desa Talan yang masuk
wilayah Panumbangan memperlihatkan prasasti diatas daun lontar dengan cap
kerajaan Garudamukha yang telah mereka terima dari Bhatara Guru pada tahun 961
Saka (27 Januari 1040 Masehi) dan menetapkan Desa Talan sewilayahnya sebagai
sima yang bebas dari kewajiban iuran pajak sehingga mereka memohon agar
prasasti tersebut dipindahkan diatas batu dengan cap kerajaan Narasingha.
Raja Jayabhaya mengabulkan
permintaan warga Talan karena kesetiaan yang amat sangat terhadap raja dan
menambah anugerah berupa berbagai macam hak istimewa.